Dampak
Perceraian Terhadap Anak
Perceraian
(divorce) merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan
suami-istri dan mereka berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban
sebagai suami-istri. Mereka tidak lagi hidup dan tinggal serumah bersama,
karena tidak ada ikatan yang resmi. Perceraian adalah peristiwa yang traumatis
bagi semua pihak yang terlibat bagi pasangan yang tak lagi dapat hidup bersama
dan juga bagi anak-anak, mertua/ipar, sahabat dan perceraian orang tua adalah
keadaan keluarga yang tidak harmonis, tidak stabil atau berantakan.
Dan
ada beberapa factor yang menyebabkan peceraian itu terjadi yaitu :
a. Perselingkuhan
b. Penganiayaan
c. Ketidak
harmonisan dalam keluarga
d. Krisis
moral dan akhlak dll
Perceraian
berdasarkan jenisnya di bedakan menjadi 2 yaitu :
1. Cerai
hidup
2. Cerai
mati
Dan
dapat kita ketahui pasti akan terdapat beberapa dampak yang akan memengaruhi psikologis
terhadap anak, di bawah ini adalah beberapa dampak yang memengaruhi psikologis
anak diantara lainnya :
1. Rasa
malu
2. Rasa
bersalah
3. Ketakutan
4. Kesedihan
5. Rasa
marah
6. Tidak
berkosentrasi dalam belajar
7. Dan
yang terakhir tidak peduli dengan ligkungannya.
Orang tua adalah sosok yang penting
dalam kehidupan seorang anak maka jika terjadi sebuah perceraian akan
mengganggu beberapa psikologis anak, masa kini orang tua hanya mementingkan ego
mereka masing masing tanpa melihat apa dampak keputusan yang mereka ambil terhadap
buah hati mereka padahal masih banyak beberapa cara yang dapat memecahkan suatu
masalah tanpa mengganggu mental pada pertumbuhan anak – anak mereka.
Perceraian
juga mempunyai 99,9% dampak yang sangat besar bagi anak – anak, pada sisi psikologis pada anak karena adanya
suatu perceraian selain beberapa yang telah dijelaskan di atas tersebut, anak
terkadang akan cenderung suka melakukan penyangkalan setiap kali mereka ditanya
mereka akan sering terlihat mengamuk, menjadi kasar, dan bertindak agresif,
menjadi pendiam, tidak lagi ceria dan tidak suka bergaul, sulit berkonsentrasi
dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi disekolah cenderung
menurun, suka melamun terutama mengkhayalkan orang tuanya bersatu kembali dan dari
tindakan diatas tersebut tak jarang banyak anak yang karena salah pergaulan
menjadi anak – anak yang putus asa bila salah pergaulannya bias menjadi anak –
anak yang hidup dalam pergaulan bebas dan hal ini adalah yang sangat tidak
diinginkan .
Dampak yang diterima oleh anak
ternyata terjadi tak hanya ketika pertengkaran membumbui pra-perceraian ataupun
sampai pada tahap perceraian saja. Tetapi lebih dari itu, setelah orang tua
bercerai seorang anak biasanya harus memilih salah satu di antara kedua orang
tuanya, apakah akan ikut dengan ayahnya atau ibunya. Untuk anak yang telah
cukup umur hal tersebut bisa menjadi keputusannya sendiri karena mereka sudah
cukup dewasa untuk memutuskan mana yang akan menjadi pilihan hidupnya. Tetapi
berbeda pula dengan anak – anak dengan usia dini. Anak – anak dengan usia yang
belum dewasa masih belum terlalu mengerti dengan perceraian itu sendiri, untuk
memutuskan pun mereka belum sanggup. Ikut ibu atau ikut ayah? Hal ini bisa
menjadi dampak psikologi negatif juga untuk para anak karena mereka tak akan
tahu keputusan mana yang terbaik untuk mereka sehingga mereka akan berada dalam
kondisi terjepit, dilemma yang belum waktunya. Pada beberapa kasus, ketika dia
juga mengikuti salah satu orang tuanya, ayahnya atau ibunya, bisa jadi mereka
akan menjadi tidak diterima atau diabaikan oleh yang lainnya. Hal itu tentunya
akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa anak. Karena yang dibutuhkan
mereka adalah keluarga bahagia yang lengkap yaitu, ayah dan ibu.
Banyak
pula kasus yang terjadi yaitu ketika anak bermasalah di sekolah, tak dapat
dikontrol dan tak mau menurut ternyata setelah ditelaah lebih lanjut ada
permasalahan pada latar belakang keluarganya. Biasanya kasus perceraian ini
juga merupakan contoh kasus yang banyak ditemukan di kalangan masyarakat. Apa
yang dapat mengakibatkan anak – anak itu menjadi begitu bermasalah ? Jawabannya
adalah keegoisan para orang tua yang sibuk sendiri, memikirkan masalah
pribadinya, lupa bahwa ada anak – anak yang menjadi tanggung jawabnya. Tanpa
disadari anak – anak tersebut menjadi terbengkalai, kurang dipedulikan oleh
mereka sehingga mereka menjadi lepas control dan suka mencari perhatian dengan
cara – cara yang salah. Di antaranya dengan menjahili teman – temannya, senang
berkelahi bahkan yang lebih parah sampai pada kasus – kasus kriminal yang
dilakukannya. Hal tersebut sebenarnya upaya mereka supaya diperhatikan oleh
orang tuanya. Selain itu ketika kemudian anak menjadi lepas control yang
diakibatkan orang tuanya tenggelam dengan masalahnya sendiri, menjadikan anak
tersebut tak dapat diatur karena tak ada yang mengingatkan ketika mereka
berbuat kesalahan dan tak ada yang memuji mereka ketika berbuat baik.
Hal tersebut
begitu berpengaruh bagi kehidupan mereka di rumah maupun di sekolah. Di sinilah
peran guru sebagai sosok pengajar, pendidik dan pemimpin harus lebih bisa sabar
menghadapi anak – anak semacam itu dan kalau bisa memberikan solusi yang begitu
bijak sebagai orang tuanya di sekolah supaya masalah tersebut tidak
mempengaruhi anak.
Melihat
dari betapa rawannya dampak yang dialami oleh seorang anak yang orang tuanya
mengalami perceraian, alangkah lebih baiknya jika perceraian di pikirkan lagi,
dan alagkah baiknya ketika hal ini menjadi kesempatan untuk intropeksi diri,
dan anak menjadi alasan untuk memperbaiki diri guna untuk menjaga kelangsungan
kehidupan rumah tangga. Anak adalah sebuah alasan untuk memaafkan kesalahan
pasangan, anak menjadi untuk tidak menyakiti pasangan, anak menjadi alasan
untuk berkerja lebih keras lagi agar berjalan sebagaimana seharusnya. Anak –
anak kita adalah masa depan bangsa yang kepada anak – anak kita, kita titipkan
masa depan bangsa ini dan kita akan menjaga mimpi anak – anak kita tidak malah
menghancurkan mimpi mereka dengan bercerai dengan pasangan kita.
Kasus
perceraian apapun alasannya, merupakan “malapetaka” bagi anak. Anak tidak akan
dapat lagi menikmati kasih sayang orang tua secara bersamaan yang sangat
penting bagi pertumbuhan mentalnya, tidak jarang pecahnya rumah tangga
mengakibatkan terlantarnya pengasuhan anak. Itulah sebabnya dalam ajaran Islam
perceraian harus dihindarkan sedapat mungkin bahkan merupakan perbuatan yang
paling dibenci Allah SWT. Bagi anak – anak yang dilahirkan perceraian orang tuanya merupakan hal yang
akan mengguncang kehidupannya dan akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan
perkembangannya termasuk berpengaruh besar terhadap pendidikannya, sehingga biasanya anak – anak adalah pihak
yang paling menderita dengan terjadinya perceraian orang tuanya. Karena Keluarga
merupakan lembaga terkecil dalam sistem sosial kemasyarakatan yang terdiri dari satu orang lebih yang tinggal
bersama, hidup dalam sebuah rumah tangga untuk berinteraksi dan berkomunikasi dan
disatukan oleh aturan – aturan hukum pernikahan yang berlaku. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya hak dan
kewajiban yang harus ditunaikan baik itu sebagai suami dan sebagai istri,
begitu pula pemenuhan hak dan kewajiban antara suami - istri sebagai orang tua
dengan anak yang berada dalam kehidupan keluarga tersebut.
Bagi anak
keluarga merupakan lembaga primer yang tidak dapat diganti dengan kelembagaan
yang lain. Di dalam keluargalah anak mengenal arti hidup, cinta kasih dan arti
kebersamaan. Di dalam keluarga tersebut anak dibesarkan, diberikan pendidikan
dengan suasana aman yang dapat mengantarkan di masa-masa perkembangannya. Pada kenyataannya, tidak semua keluarga dapat
menjalankan fungsinya dengan baik. Maka dari itulah kita sebagai orang tua
sebagai panutan anak – anak kita jangan sampai ada pertengkaran atau perselisihan
yang menumbuhkan sebuah perceraian karena jika itu terjadi sangat lah buruk
dalam dampak nya terhadap psikologis anak – anak dan akan mengganggu
pertumbuhan anak tersebut.
Daftar Pustaka
www.kompasiana.com 26 Oktober
2013
mynewblogaprilya.blogspot.com 26 Mei 2015